Jumat, 26 Februari 2010

AKU

Catatan Neogie Arur: AKU
Semalam.


Tahan ditahan namun luruh akhirnya.
Redam diredam namun bergemuruh jawabnya.
Tepis ditepis namun kembali balik bertanya.

............................................................

Setitik demi setitik rupa ini basah oleh linangan yang bergerak mencipta derai tak berkesudahan,sekecup demi sekecup ditampung cawan hati yang menadah meminta miris tiada henti,sebuai demi sebuai ayunan lara yang bergerak menurut ingin tiada spasi.

Tahan ditahan namun luruh akhirnya.
Redam diredam namun bergemuruh jawabnya.
Tepis ditepis namun kembali balik bertanya.

.............................................................

Menikam bayang sudah beribu cabik kabut yang terserak ku minyaki dengan seikat kelu berkembang pilu merona kan semu rembulan pucat yang dipaksa bergaun darah yang tak menjadi ingin di setiap asa yang berpeluh sejuta bintang dipecah serakan menghujani hati.

Kencana malam dirantai.
Lonceng bergenta sahut menyahut intai.
Membelah debu dengan gengam mati.

........................................................

Hunus kan hulu mawar yang telah disiangi siang bersama sketsa yang tak pernah sudah tak pernah kan jadi oleh jemari remuk berbalut kulit berisi cacahan daging membaur tulang setelah urat tak terpisah mana yang satu, mana yang dua.

Kencana malam dirantai.
Lonceng bergenta sahut menyahut intai.
Membelah debu dengan gengam mati.

.............................................................

semesta telah menghujam ke akar jantung dan menguncang porak poranda seluruh denyut sampai nadi meminta digores dengan kata-kata pesona yang belum pernah dikatakan sebelumnya,hebat rayu prahara melukis badai diatas kanvas topan cipta utuh bayang mu yang tak mau beranjak.

Seteguk embun mengumpul cekat dikerongan.
Muntah berbuih saingi saljunya laut biru.
Bergumpal anyir menata setiap kias.

.....................................................................

Di muara mana aku ini,asing menyapa dalam senyum kaku surya memantulkan kuasa cahaya alami di hamparan samudra kala senja menjelang kelam memangku pelangi tak duga kala biasnya tak lagi hangat disapa bidadari.

Remuk.
Redam.
Luluh.
Lantak.

...........................................

Inilah aku seutuhnya.
Sapalah aku.

Sedini.
===================================










Bookmark and Share


Silahkan Baca juga Postingan berikut:

0 komentar:

Mau jadi pertamax?

Segera tuliskan komentar Anda mumpung masih kosong dan jadilah yang pertamax. Di sinilah tempat Anda untuk menuliskan curahan hati atas tulisan saya di atas baik berupa apresiasi, saran, kritikan, atau pertanyaan jika memang kurang jelas atau tambahan jika memang kurang lengkap.

Komentar Anda sangat Kerajaan Air Mata butuhkan untuk pengembangan kualitas blog Kerajaan Air Mata ini ke depan. Mari terus belajar dan berbagi karena belajar dan berbagi itu indah. Terima Kasih.

Silahkan Berkomentar

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai tema tulisan. Gunakan Name/URL untuk memudahkan saya merespon komentar Anda.

KOMENTAR

 

BLOG RANK

SESAMA BLOGGER